Pernah menonton teater? Atau kamu seorang pekerja
teater? Salam salut dari saya, karena saya seorang penikmat teater dan pernah masuk dalam satu komunitas
teater. Namun, sekarang saya lebih kepada penikmat dan pengapresiasi
pertunjukan seni teater dan pertunjukkan lainnya.
Apa yang ingin saya bagi disini, tentu saja berhubungan dengan teater dan
pertunjukannya. Artikel ini
saya tulis ketika
kemarin saya menikmati menikmati
satu pertunjukan teater yang membuat imaji saya bangkit lagi. Hehe ….
Jelasin dulu apa itu Teater …
Diambil
dari Wikipedia.com, dalam bahasa Inggris, theater atau theatre,
bahasa
Prancis théâtre yang berasal dari kata theatron (θέατρον)
serta bahasa Yunani,
yang berarti "tempat untuk menonton"). Awalnya diperkenalkan pada kultus dyonisius sebagai ritual upacara
pengorbanan domba/lembu kepada Dyonisius
dan nyanyian yang digunakan pada
masa itu disebut "tragedi".
Dalam
perkembangannya, Dyonisius atau dewa yang berwujud hewan itu kemudian berubah
menjadi manusia yang dipuja sebagai Dewa anggur dan kesuburan. Pertunjukan ini
adalah cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting atau seni peran di
depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik
muka, boneka, musik, tari dan lain-lain.
Sementara definisi, Teater menurut Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Universitas Hofstra, New York, dalam bukunya, Dynamics of Drama, teater sebagai "yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu/atau ruang, menghadirkan diri mereka pada orang lain." Teater bisa juga berbentuk: ketoprak, ludruk, sandiwara (radio, televisi),opera, ballet, mime, kabuki, pertunjukan boneka, tari India klasik, Kunqu, mummers play, improvisasi performance serta pantomim. (wikipedia.com)
Nah, sudah cukup kan? Bahwa
Teater bukan hanya mengedepankan pertunjukan dan seni dalam berakting. Namun,
mimik
muka dan gestur yang terampil dibutuhkan dalam satu pertunjukan. Untuk itu,
dalam setiap latihannya, olah tubuh dan olah vokal menjadi nutrisi yang harus
dijaga apik. Sayang
sekarang saya enggak
ikut pementasan, padahal, lumayan buat program turun berat badan. Hehehe #kalo
turun, kalo nambah berat gimane?#
Kemarin, saya menonton dengan
ehem ehem …
Kakang
saya yang baru saja pulang dari dokter gigi xixixixix …. Nampak ganteng dia, dengan pipi
yang sedikit menggelembung. Kami
menonton disela-sela kesibukan kerja kami, jarang bertemu memang agak riskan
untuk bertengkar,
sih, tapi, selalu saja ada celah untuk baikan kembali.
Menonton teater seakan memberi semangat baru bagi saya. Ya, semangat berkarya lagi, semangat untuk mengapresiasi lagi. Karena pertunjukan teater, seolah kita menyaksikan film yang hidup di bioskop. Begitu suasana haru, mencekam, eksotis, pasti terasa. Oh, betapa lamanya saya tidak tampil di panggung teater.
Kami menelusuri kota Bandung yang
kala itu diguyur hujan, pertemuan ini begitu mengangenkan, setelah lama kami
membatalkan janji bertemu, tentu saja karena kami masing-masing memiliki
kesibukan dan uang kami yang semakin menipis. Maka, kala itu kami memutuskan
menonton teater dengan tiket “yang
tersedia”. Oh
ya, saya dapat tiket gratis dari teman sekaligus
penata make up
favorit saya, Om Yoy. Begitu saya memanggilnya. Sementara Kakang dapat tiket dari A Zuki. Awalnya dia merasa ragu karena
harus beli tiket. “aku kan cuma
mau nemenin nonton, gak bilang mau beli tiket, beliin dong…” hahaha kalo enggak
ingat akan pipi seksinya, saya ingin mencubitnya.
Kembali ke teater >.<
salah satu narator Manusia dalam Botol |
Kala itu saya menonton satu
pertunjukan bertema kebebasan yang diraih dengan paksa. Ya, kebebasan dan kasih
sayang
berlebihan. Pementasan itu berjudul Manusia dalam Botol yang
bertempat di Gedung Kesenian Sunan Ambu STSI Bandung. Sudah lama saya tidak
mampir kesini. Selain akses angkot, biasanya saya agak kebingungan pulang ke
kosan karena harus muter-muter. Pertunjukan ini diselenggarakan 1 sampai 2
November 2011 jam 4 sore dan jam 8 malam. Saya menonton malamnya di hari kedua
karena sore masih harus menyelesaikan deadline
pekerjaan saya.
MANUSIA DALAM BOTOL atau Nona Guna karya Yusef Muldiyana yang juga sutradaranya, merupakan naskah yang pertama kali dipentaskan pada awal berdirinya Teater Laskar Panggung tahun 1995. Konon, naskah itu kembali di pentaskan menjelang usianya yang ke-16, 20 november ini, dengan konsep yang baru. Waw! Sudah mulai memasuki usia remaja rupanya teater ini, hehehe.
properti yang digunakan dalam pementasan. |
Berawal dari seorang gadis bernama Guna yang terpenjara
di rumahnya seperti bunga dalam pot yang dia simpan tanpa matahari hingga
lama-kelamaan akan menjadi busuk, botol-botol itu dia simpan dalam
lemari khusus dan diajaknya ngobrol dan curhat sepanjang waktu. Yang menarik dari bunga dan botol adalah,
setiap hari, Guna menggunakan darah untuk menyiram bunga itu, hari ini darah
sapi, besok dia ingin darah kera. Lama-lama, jika darahnya habis, darah
pelayannya yang akan dia gunakan (setidaknya itulah pemikiran Mardi, pelayan
Nona Guna dan aktor utama kisah ini).
Atas nama cinta, ibunya berkuasa mutlak di rumah, tanpa seorang pun yang boleh menentang kehendak dan kemaunannya, termasuk Guna. Jadi ingat film FIKSI, kisah ini mirip seperti itu. Kamu sudah menonton? Hanya, Ladya Cheryl sang Aktris, dia menjadi Psikopat dengan “membunuh” sebagian besar aktor dalam cerita itu. Dalam akhir kisah ini, Guna menjadi sangat tergantung kepada kebebasan yang dibagi oleh Koboy, pacarnya, dan akhirnya membunuh ibu serta pelayan setianya. Agak miris memang, karena dia menjadi liar dan tanpa kontrol. Menyalahkan ibunya? Menyalahkan Guna? Hmmm kejadian ini sering diangkat dalam sinetron dan film. Namun, berbagai sisi tampil dalam setiap ceritanya.
Atas nama cinta, ibunya berkuasa mutlak di rumah, tanpa seorang pun yang boleh menentang kehendak dan kemaunannya, termasuk Guna. Jadi ingat film FIKSI, kisah ini mirip seperti itu. Kamu sudah menonton? Hanya, Ladya Cheryl sang Aktris, dia menjadi Psikopat dengan “membunuh” sebagian besar aktor dalam cerita itu. Dalam akhir kisah ini, Guna menjadi sangat tergantung kepada kebebasan yang dibagi oleh Koboy, pacarnya, dan akhirnya membunuh ibu serta pelayan setianya. Agak miris memang, karena dia menjadi liar dan tanpa kontrol. Menyalahkan ibunya? Menyalahkan Guna? Hmmm kejadian ini sering diangkat dalam sinetron dan film. Namun, berbagai sisi tampil dalam setiap ceritanya.
Aktor
yang lain muncul adalah Mardi dan koboy. Mardi, seorang Pelayan Guna, adalah
seorang “biasa” dan pembawaannya kebapakan menurut saya, sabar dan oooh …
laki-laki sabar dan penyayang itu pasti segera dilirik perempuan. Dan, Koboy,
laki-laki “nakal” yang menjadi pacar Guna ketika dia berhasil “kabur” dari
rumah untuk menghirup kebebasan. Hingga akhirnya dia memberikan sebuah pistol
berpeluru kepada Guna untuk “menjaganya” ah, Koboy ini, playboy yang mirip
Jhonny deep dalam Pirates of the Caribbean. Hehehe …
Ada satu lirik dalam pertunjukan
yang lumayan sering diulang:
Tuhan tak pernah bersandiwara
Hanya kita yang bersandiwara
Tapi Tuhan paling pandai berteka-teki
dan kita semua tak akan bisa
menyibak tabir teka-teki Tuhan
Tuhan tak pernah bersandiwara
Hanya kita yang bersandiwara
Tapi Tuhan paling pandai berteka-teki
dan kita semua tak akan bisa
menyibak tabir teka-teki Tuhan
(Gimana pendapat kamu?)
Aktor
dan panggung
Saya kagum dengan aktor utamanya, Guna. Dimana
setting pertama dia berada di kamarnya dan sedang berlatih silat untuk
mengusir kebosanannya. Begitu gesit dan lincah. Kalo
saya, gak sanggup pastinya …
Hal yang menarik lagi adalah aktor
anak kecil yang lentur sekali membolak-balikkan tubuhnya. Saya sampai
miris bergidik sendiri dan memeluk lengan Kakang (maaf, kesempatan
dikit, hehe).
Dan
Guna, yang tidak memiliki teman, memilih botol sebagai teman curhat dan
berbagi. Saya agak kaget karena si lawan mainnya, Koboy, juga seorang
pengimajinasi. Dia berbicara dengan kaleng. Terbukti, ketika mereka akan
“bermain” di ranjang, Guna dan Koboy pun mesam-mesem. Tiba-tiba, aktor yang
memerankan botol lewat dan meledek “Guna pacaran… Guna pacaraaannn’” eh, datang
lagi aktor kaleng, “Koboy pacaraaan Koboy pacaraan” (kurang lebih begitu
dialognya). Sang Sutradara, ketika saya tanya mengapa memberikan unsur khayalan
botol dan kaleng, dia menjawab bahwa setiap orang memiliki imajinasi masing-masing
dan memiliki “kawan” pribadi untuk dia bagi. Menarik, saya bicara sama siapa
ya? Boneka, jelas saya enggak punya. Makanya saya suka bicara sendiri. Hehehe
….
Konsep musikal ditampilkan apik Teman-Teman…
jadi ingat pertunjukan saya dulu. Konsepnya dibuat musikal,
tapi suara saya keburu serak, sehingga saya yang harusnya bersuara nenek-nenek,
jadi eng gak karuan. Kala itu ada seorang anak yang bilang “Nek, duduk
aja, nenek kan lagi batuk, gak usah di depan” duduk gigi lo! Gue lagi
pementasan OON! Huh …
Aktor-aktornya juga saya amati
bisa menyanyi dengan baik, berapa lama latihannya ya? Kata sang Sutradara,
sih, kurang lebih 3 bulan. Waktu yang cukup untuk latihan. Suara merdu Nona
Guna, sampai membuat gairah saya berdiri … secara dia memakai baju seksi.
Jadilah gairah saya yang kala itu kedinginan menjadi semakin erat
memeluk dada.
Ketika menikmati pertunjukkan teater, yang selalu
diperhatikan adalah tata artistik panggung, lampu, dan makeup
yang menambah suasana teater menjadi lebih hidup. Bagaimana ketika sang aktor
menikmati salju, bagaimana efek suara, semuanya didukung
oleh tata panggung yang sedimikian hebatnya, bukan hanya efek suara yang gembar
gembor. Namun, efek suasana yang didapatkan juga harus mampu menyihir penonton.
Seperti bagaimana ketika salju turun. Dan bagaimana suasana yang dihasilkan karena salju itu. Yang saya ingat adalah ketika satu pertunjukkan hasil tata panggung teman saya, ketika salju yang dia buat dari serpihan stereofoam yang dipereteli hingga menjadi debu2 yang mirip salju.
Seperti bagaimana ketika salju turun. Dan bagaimana suasana yang dihasilkan karena salju itu. Yang saya ingat adalah ketika satu pertunjukkan hasil tata panggung teman saya, ketika salju yang dia buat dari serpihan stereofoam yang dipereteli hingga menjadi debu2 yang mirip salju.
Teater adalah simbol, semua yang tergabung
di dalamnya
harus mampu mengapresiasi dan menyampaikan pesan naskah dan sutradara kepada
penonton. Maksudnya, ketika kamu diperkosa, atau kamu harus ada adegan
bercinta, kamu tidak harus membuka bajumu dan telanjang didepan penonton.
Cukup, misalnya, berada di belakang tirai panggung dan
lampu berperan besar disitu, penata lampu akan fokus
menyorotimu dan lawan mainmu, hingga yang tercipta adalah siluet
kamu sedang diperkosa atau sedang bercinta.
Bagaimana ketika persepsi penonton dan imajinasi yang mampu dihasilkan
dari suatu adegan. Ketika kamu marah, kamu tidak perlu
memelototkan matamu hingga korneanya melebar. Ya, begitulah teater. Simbol
ketika aktor adalah seseorang yang bengis,
adalah bukan dengan dia membawa-bawa serta golok
ditangannya. Iya, kan? Misalnya, simbol
ketika kamu seorang narator, dan seting panggung di sebuah hutan. Kamu adalah
seorang pohon yang bercerita. Kamu tidak usah memakai pohon beneran kan, cukup
lilitkan beberapa ranting, akar, dan lumuri tubuhmu dengan lumpur untuk
mendapatkan kesan kamu sebagai pohon dan artistik.
Pengalaman yang saya dapatkan adalah tata rias dalam teater, adalah melupakan wajahmu yang kiyut. Bagaimana makeup dapat menonjolkan karakter kamu. Seperti film Hollywood kan? Untuk satu pementasan teater, kamu jangan terlalu berharap kamu akan menjadi ratu kecantikan dan riasan ala Miss Universe. Ketika kamu memerankan ibu yang galak, wajahmu akan membuktikannya. Ketika kamu memerankan jin yang membantu Bandawasa yang berusaha mendapatkan cinta Roro Jongrang, lupakanlah wajahmu yang mulus dengan maskeran lumpurmu.
Pengalaman yang saya dapatkan adalah tata rias dalam teater, adalah melupakan wajahmu yang kiyut. Bagaimana makeup dapat menonjolkan karakter kamu. Seperti film Hollywood kan? Untuk satu pementasan teater, kamu jangan terlalu berharap kamu akan menjadi ratu kecantikan dan riasan ala Miss Universe. Ketika kamu memerankan ibu yang galak, wajahmu akan membuktikannya. Ketika kamu memerankan jin yang membantu Bandawasa yang berusaha mendapatkan cinta Roro Jongrang, lupakanlah wajahmu yang mulus dengan maskeran lumpurmu.
Saya pikir tidak harus terlalu detail
menulis tentang teater, Kawan,
cukup kita berapresiasi terhadap karya dan totalitas menonton dan memerankan.
Salut untuk pekerja teater dan seni. Butuh kerja keras untuk menyelami tokoh
dan karakter yang bahkan kamu tidak sedikitpun memilikinya.
Sampai jumpa dalam postingan saya berikutnya, Kawan.
Sepertinya seru... nuansa thriller. ini teater musikal kali yah.. umm
ReplyDeleteiyuaaaaaa.... konsepnya ada musikal juga... jadi pengen jilat lagi teater lain :D
ReplyDeleteseru kayaknya :D
ReplyDeletepengen liaatt~.~
ReplyDeletepengen liat teater deh ..
ReplyDeletekayaknya seruu ..
di bogor mah jarang kayaknya ...
Silakan untuk Teman-Teman yang ingin menonton Teater, bersualah dengan saya :D
ReplyDeletekalaupun enggak, nanti aku share postingan berikutnya yah?.... heheheh
makasih udah komen.... peluk cium hangat dari aku...
mari bercinta... mari bercinta...h mari mari mari mari mari bercintaaaahhh *vicky shu modeon*
yea..teater....
ReplyDeletemama sipa harus menperkenalkanku pada teater karena saya blm pernah nonton teater...ever.
dan sangat menarik memang jika seandainya saya nonton teater karena itu pertunjukan langsung. tanpa edit atau rehat. semua berjalan sampai akhir. itu sulit, mengingat naskah belembar-lembar,belum lagi mengingat arahan sutradara dan lain sebagainya.
sudah ada undangan dri penulis buat nonton bareng....
saya pastikan saya yang daftar duluan.
aseek... siap Dian, memperkenalkan pada teater itu enggak sulit, tapi menerima perkenalan itulah yang agak sulit. hehehe
ReplyDeletesiap, semoga ini akan berlanjut dan saya bisa mengenalkan teater lebih dalam lagi. :D
pengen banget gabung sama teater2 gini tapi ngga tahu deh di bogor dimana nya, susah kayanya :(
ReplyDeleteingin bisaaaa...jadi botol itu sulit...hhooo...
ReplyDeleteBuat Teman-Teman di Bogor, mungkin sekarang belum ada, kalian harus ke TIM kayaknya, karena biasanya pertunjukan di adakan disitu.
ReplyDeleteSemoga nanti saya bisa berbagi dengan pertunjukan di Jakarta dan kota lain. Sekarang sih karena sering diundang aja untuk nonton teater sekalian bikin postingan, hehehe
kereen...
ReplyDeleteckup deskriptif...
kalo misalnya iQ bagian dari pertunjukan teater..cocoknya jadi apa y??!!!
^_^hehe
terimakasih atas infonya gan
ReplyDeletedi tunggu informasi selanjutnya
sukses terus
sangat bagus sekali info yang di tampilkan saya suka
ReplyDeletedengan info nya
Viva Teater
ReplyDelete